Dengan
kereta malam kupulang sendiri
Mengikuti
rasa rindu
Pada
kampung halamanku
Pada ayah
yang menunggu
Pada ibu
yang mengasihiku
Kereta jurusan tanah abang
sudah mulai mendekat, bunyi kereta yang sedikit asing di telinga, sebab untuk
pertama kalinya aku pulang dengan kereta. Akhirnya, setelah genap empat tahun
di kota orang merantau kuputuskan untuk kembali, tentu saja kembali ke kampung
halaman yang sudah banyak berubah diluar perkiraan, setiap kali ibu dan bapak
menelpon mereka selalu bercerita banyak hal, perubahan apa saja yang terjadi di
kampung halaman, terutama sekali kondisi rumah kami yang juga banyak berubah
semenjak kepergianku, begitu jelas bapak dan ibu. Bagaimana mereka tidak
kehilangan aku si sulung yang sejak kecil selalu bersama bapak dan ibu di rumah
tiba-tiba saja masuk perguruan tinggi di kota sebrang, dan tak pernah pulang.
Aku sudah membayangkan
bagaimana reaksi bapak dan ibu tahu aku pulang, mereka pasti sangat bahagia,
sebab sejujurnya aku masih merahasiakan kepulanganku, ya semacam kejutan, tak
ada yang tahu, akan kuberitahu setelah aku sampai tepat di depan rumah, itu si
namanya bukan memberitahu memang sudah sampai, tak apalah semoga ini bukan
kejutan yang membuat sakit jantung bapak jadi kambuh.
Aku pun beringsut dari
tempat duduk tunggu, bersiap menaiki kereta jurusan tanah abang, ah seperti apa
ya rasanya naik kereta, semua penumpang sibuk mencari gerbong mana mereka
duduk, aku pun ikut sibuk, aku bingung bukan main, ini berbeda sekali dengan
naik bus, kereta memiliki banyak gerbong, setelah menemukan gerbong yang sesuai
dalam tiket, kita masih harus mencari kursi dimana kita duduk. Dan yah setelah
beberapa menit yang cukup panjang akhirnya aku menemukan kursi yang sesuai
dengan tiket yang diberikan petugas padaku. Syukurlah semua penumpang yang
duduk di dekatku adalah perempuan, 2 orang ibu dan 1 orang gadis muda.
Duduk
dihadapanku seorang ibu
Dengan
wajah sendu sendu kelabu
Penuh
rasa haru ia menatapku
Penuh
rasa haru ia memandangku
Seakan
ingin memeluk diriku
Pertama kali duduk aku
merasa ada sesuatu yang aneh, seorang gadis muda duduk tepat di sampingku, dan
2 orang ibu duduk di hadapanku, satu orang ibu sudah tertidur pulas, dan
seorang ibu yang duduk tepat dihadapanku entah kenapa menatapku begitu dalam,
aku ditelanjanginya dari atas sampai bawah, tapi tatap itu, ada kesedihan yang
tersimpan, dan duka yang dalam, entahlah aku sungkan untuk bertanya, apa
mungkin parasku begitu menyedihkan sampai si ibu ini merasa miris dan kasihan,
wajar saja wajahku begitu suram dan pedih sebab lelah yang sangat seharian
mengelilingi kota rantauku untuk terakhir kalinya sebelum aku pulang.
Aku masih merasakan aneh
itu, matanya semakin dalam menatapku, airmatanya seolah ingin menetes tapi
segan, mungkin tatapan itu, tatapan menahan airmata, tapi mengapa, dan kenapa harus
menatapku, dan sampai puncaknya ia tak bisa menahan juga, tetes itu jatuh di
pipinya, amat pedih, ada luka yang ia simpan.
Ia lalu
bercerita tentang anak gadisnya yang telah tiada
Karena
sakit tak terobatiiiii...
Yang
wajahnya mirip denganku
Yang
wajahnya mirip denganku.
Akhirnya dengan cukup sungkan
kuberanikan diri bertanya.
Ibu,
kenapa menangis?
Tanyaku canggung.
Ibu tadi diam saja, wajahnya
ia tenggelamkan di atas pahanya sambil terdengar sesenggukan yang pelan.
Tak berapa lama kemudian, ia
angkat wajahnya lalu diusaplah airmatanya, lalu, yah lalu ia memulai
pembicaraan.
Maaf nak,
ibu teringat seseorang. Maaf sudah menganggu.
Jawabnya dengan suara yang
masih tertahan.
Tidak apa-apa
bu, ibu teringat siapa, lalu kenapa ibu menatap saya seperti itu, apa
sebelumnya kita pernah bertemu?
Tanyaku memberondol, ah apa
aku salah ya bertanya banyak hal seperti ini, kalau tangisnya bertambah gimana.
Posisi duduknya bergeser
mendekat padaku, ia usap lagi airmata yang masih menetes itu, lalu ia
bercerita.
Saya punya
anak gadis, kalau ia masih ada mungkin sekarang seusia adik ini, ia gadis yang
baik, cantik dan disukai teman-teman sekolahnya, tapi suatu hari ia sakit dan
itu tak pernah ia sampaikan pada saya, sakitnya ia rasakan sendiri, hanya satu
orang teman dekatnya yang tahu tentang sakitnya itu, lalu suatu hari anak saya
meminta temannya menemaninya pergi ke kota asal bapaknya, kota asal suami saya
di palembang, tujuannya Cuma ingin berziarah ke makan bapak, yah suami saya
sudah meninggal sejak ia kecil dan dimakamkan di kota lahirnya di palembang. Namun
sayang dalam perjalanan ke palembang bus yang ia tumpangi bersama temannya
mengalami kecelakaan, temannya koma cukup lama dan anak saya...
Tangisnya mulai membesar, ia
tak sanggup lagi melanjutkan bicara.
Ya sudah
bu gpp, jangan diteruskan, saya tidak tega melihat ibu menangis.
Dan, anak
saya wajahnya mirip denganmu nak, persis sekali, ia juga memakai kacamata,
sejak kecil matanya sudah sakit, ia juga ingin berjilbab seperti adik ini tapi
dia takut teman-temannya menjauhi dia.
Terjawab sudah heranku,
rupanya wajahku mirip anaknya yang sudah tiada.
Malam itu perjalanan pulang
menjadi perjalanan yang cukup berkesan buat aku, sampai rumah orang pertama
yang akan kupeluk adalah ibu, aku sudah sangat rindu pada ibu dan mendengar
cerita dari ibu di kereta ini membuat aku jadi lebih bersyukur karena masih
memiliki bapak dan ibu.
Bu, dinda pulang...
150914
Pakpayoon.
Ditulis berdasarkan lagu
sulis yang berjudul kereta malam.
0 komentar:
Posting Komentar